Kaca adalah salah satu produk industri
kimia yang paling akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Namun tidak banyak
yang kita ketahui mengenai kaca tersebut. Dipandang dari
segi fisika kaca merupakan zat cair yang sangat dingin. Disebut demikian karena
struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat
cair namun dia sendiri berwujud padat.
Ini terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikel-partikel silika tidak sempat menyusun diri secara teratur.
Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap , yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya. Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya.
Ini terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikel-partikel silika tidak sempat menyusun diri secara teratur.
Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap , yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya. Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya.
Bahan Baku Pembuatan
Kaca
Untuk membuat berbagai jenis
kaca, digunakan pasir kaca dalam jumlah yang besar. Sebagai fluks bagi silika
ini, dipakai soda abu (Na2CO3), kerak
garam, batu gamping dan gamping (CaCO3.
MgCO3). Di samping itu, banyak pula dipakai oksida timbal, abu mutiara (kalsium
karbonat), saltpeter, boraks, asam borat, asam trioksida, feldspar, dan
fluorspar bersama berbagai jenis oksida, karbonat serta garam-garam logam lain
untuk membuat kaca berwarna. Dalam operasi penyelesaian, banyak pula dipakai
berbagai produk lain seperti abrasif dan asam fluorida.
Kelak di masa depan, polimetil
metakrilat (PMMA) yang lebih dikenal sebagai kaca akrilik mungkin akan terbuat
dari bahan alami seperti gula, alkohol, bahkan asam lemak. Bila dibandingkan
dengan proses produksi kimia sebelumnya, sebuah proses bioteknologi untuk
menghasilkan material ini akan jauh lebih ramah lingkungan.
PMMA dibuat dengan cara
mempolimerisasi metil metakrilat (MMA). Para ilmuwan di University of
Duisburg-Essen and the Helmholtz Centre for Environmental Research (UFZ) telah
menemukan suatu enzim dalam strain bakteri yang dapat digunakan untuk
produksi prekursor dari MMA secara bioteknologi.
Enzim ini ditemukan oleh Dr. Thore
Rohwerder dan Dr. Roland H. Müller. Mereka menamainya 2-hidroksisobutiril-CoA mutase.
Enzim ini memungkinkan sebuah pengubahan struktur karbon C4 linear menjadi
struktur bercabang. Senyawa dari tipe reaksi ini adalah prekursor untuk MMA.
Aspek revolusionernya terletak pada kemampuan enzim ini bilamana diintegrasikan
dengan mikrorganisme yang tepat akan mampu mengubah senyawa gula dan senyawa
alam lainnya menjadi produk yang diinginkan. Hingga kini, satu-satunya cara
untuk menghasilkan prekursor ini, yaitu 2-hidroksibutirat (2-HIBA), adalah
dengan proses kimia murni berbahan dasar senyawa petrokimia.
Industri kimia di seluruh dunia
telah mencari proses biologis yang tepat, sehingga di masa depan, bahan dasar
terbaharukan dapat juga digunakan sebagai dasar dari reaksi sintesis MMA.
Mutasi yang disinggung disini memberikan solusinya: sebuah enzim yang mampu
mengubah gugus fungsional dari satu posisi ke posisi lain dalam sebuah molekul.
Dalam sebuah penelitian pasca-doktoral di UFZ Department of Environmental
Microbiology, Dr Thore Rohwerder dan pembimbingnya Dr Roland H. Müller telah menemukan
enzim dalam strain baktei yang berhasil diisolasi ketika mereka sedang mencari
bakteri yang tepat untuk mendegradasi polutan MTBE (metil tersier butil eter).
PMMA adalah sebuah plastik sintetik
dikembangkan di tahun 1928 dan hari ini dihasilkan dalam jumlah yang amat
besar. PMMA umumnya dikenal sebagai kaca akrilik, dan digunakan untuk kaca
anti-pecah dan alternatif kaca dengan berat ringan, dimana aplikasinya antara
lain kacamata pelindung dan lampu kendaraan. PMMA memiliki banyak aplikasi
termasuk prostetik, cat, dan perekat. PMMA dijual dengan berbagai nama dagang,
diantaranya “Plexiglas®” (Evonik) dan “Altuglas” (Arkema).
Dalam
GDR, nama yang dipakai untuk produk ini adalah “O-Glas” atau “Piacryl”. Plastik
ini rapuh, namun sangat resistan terhadap sinar UV yang membuatnya tahan
terhadap cuaca. Tingkat kejernihan yang tinggi dan berat yang ringan berarti
gelas akrilik memiliki kelebihan dibandingkan gelas tradisional. Material ini
pun telah digunakan untuk atap dari stadium Olimpiade di Munich pada tahun
1970. Para ahli memperkirakan bahwa permintaan dari gelas akrilik akan
berkembang lebih pesat di masa depan, seperti salah satu penggunaannya untuk
unit fotovoltaik / sel matahari. (Alfian)
Sumber :
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking